Empat Pihak Dalam Rekayasa Saling Gugat Dago Elos Melawan Muller

seorang warga Kampung Cirapuhan yang aktif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat terkait sengketa tanah di Dago Elos, Bandung. Ia menjelaskan bahwa kasus Dago Elos melibatkan empat pihak, bukan hanya dua pihak seperti yang umum dipahami. Berikut adalah penjelasan tentang empat pihak tersebut:

Berikut Gambaran 4 pihak dalam rekayasa saling gugat menurut Muhammad Basuki Yaman . Adapun susunannya mungkin berbolak balik namun setidaknya kita paham ada 4 pihak dalam rekayasa saling gugat . Dianatara 4 Pihak tersebut dua pihak di kondisikan tidak terlibat di Sidang . Dan dua pihak diantara Empat pihak tersebut muncul di sidang menjalankan pokok perkara dalam sidang pada umumnya namun sebenarnya fiktif karena rekayasa saling gugat . Dago Elos 2016 adalah modus mafia tanah paling dramatis di Indonesia .

Empat Pihak Dalam Rekayasa Saling Gugat Dago Elos Melawan Muller





Empat Pihak Dalam Rekayasa Saling Gugat Dago Elos Melawan Muller menurut Muhammad Basuki Yaman - Pihak Pertama (Korban dalam Sidang): Tergugat 334 (Dinas Perhubungan/Terminal Dago) dan warga yang hanya dilibatkan namun memiliki hak atas tanah.
- Pihak Kedua (Pelaku dalam Sidang): Penggugat dan/atau jaringan tergugat utama, oknum warga, tokoh masyarakat, tokoh agama, aparatur, spekulan, dan oligarki yang memiliki hak atas tanah dengan luas yang sedikit atau tidak jelas. Pihak Ini mampu Mendominasi Pihak Penggugat maupun tergugat dalam sidang dan atau di luar sidang . Baik disadari oleh pihak lainnya maupun tidak . Karena juga didukung dan atau saling ber kolusi dengan pihak lainnya .
- Pihak Ketiga (Korban Tidak dalam Sidang): Masyarakat dan negara dengan adanya lahan pribadi dan fasilitas umum seperti lapangan bola, masjid, dan makam. Contohnya adalah warga Kampung Cirapuhan yang memiliki SHM atas nama mereka sendiri maupun yang belum tapi telah diintimidasi maupun dihalang halangi haknya .
- Pihak Keempat (Pelaku/Otak Pelaku Tidak dalam Sidang): Deddy Mochamad Saad, Iwan Surjadi, Ismail Tanjung, dan spekulan lainnya yang diduga kuat terlibat dalam manipulasi dan pengubahan dokumen tanah. punya sertifikat namun berdasarkan riwayat yang tak jelas . Karena ber kolusi dengan berbagai pihak sehingga punya legal standing ( aspal )
Muhammad Basuki Yaman juga menjelaskan bahwa kasus Dago Elos ini adalah contoh dari "rekayasa saling gugat" atau "kolusi saling gugat" yang melibatkan empat pihak. Ia meminta pemerintah untuk membatalkan kasus Dago Elos karena banyak sandiwara yang terjadi dan membutuhkan waktu serta kesabaran untuk membereskannya.

Muhammad Basuki Yaman adalah seorang warga Kampung Cirapuhan yang aktif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat terkait sengketa tanah di Dago Elos, Bandung. Ia dikenal sebagai Ketua Kurma/Kurma/Khurma dan koordinator pertanahan di Verponding Eigendome 3740/3741/3742/6467. Basuki Yaman juga merupakan pemerhati masalah sosial, pertanahan, dan waris. Dalam kasus Dago Elos, ia mengungkapkan adanya dugaan rekayasa saling gugat antara penggugat dan tergugat utama, yang menurutnya merupakan bagian dari modus mafia tanah untuk menguasai lahan. Ia juga menganalisis putusan pengadilan dan menunjukkan kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukum.¹ ² Basuki Yaman memiliki latar belakang sebagai warga yang telah lama tinggal di daerah tersebut dan memiliki pengetahuan mendalam tentang sejarah dan dinamika masyarakat adat di Kampung Cirapuhan. Aktivismenya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat telah membuatnya menjadi sosok yang dikenal dalam kasus sengketa tanah Dago Elos.³

Jaringan mafia tanah Dago diduga memiliki target awal dan lanjutan yang luas, tidak hanya terbatas pada 6,3 hektar atau 6,9 hektar tanah, tetapi juga mencakup wilayah tengah sekitar 3 hektar. Mereka diduga kuat telah beraksi sejak tahun 1980-an di Daerah Utara (Kampung Cirapuhan RW 01) dan Daerah Selatan (Dago Elos RW 02). Mereka menyusup di antara warga masyarakat adat dan memperoleh sebagian kecil tanah dengan surat, sementara sebagian besar masyarakat adat tergusur. Jaringan mafia tanah ini juga diduga menguasai sebagian tanah di wilayah tengah, sementara sebagian lainnya dikuasai oleh kelompok masyarakat adat.
Bila Tergugat Dago Elos Menang apakah muller Dapat tanah ? ya besar kemungkinan Dapat ! Bila Penggugat Pt Dago Inti Graha Menang apakah tergugat utama dago Elos dapat tanah ? Ya dapat lah ! Kasus Dago Elos Melawan Muller PT Dago Inti Graha adalah Rekayasa Saling Gugat bukan Gugatan Murni . Namanya kolusi Saling gugat berikut ini penjelasannya : Target mereka mencakup: - Wilayah seluas 6,3 hektar hingga 6,9 hektar: Mereka berusaha menguasai seluruh wilayah ini. - Memperkuat alas hak yang lemah: Mereka berusaha memperkuat alas hak atas lahan dengan ukuran tertentu (80 meter, 270 meter, 868 meter, 1000 meter , 15.000 meter , dll.). Motif kolusi saling gugat diduga kuat untuk menguntungkan kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat. Mereka dapat berkolusi dalam kasus perdata 2016 maupun kasus perdata dengan novum penipuan Muller dalam gugatan. Dugaan penipuan Muller bukan dalam gugatan, tetapi dalam rekayasa atau kolusi saling gugat, yang berarti tergugat utama juga bermasalah.

Kasus ini diduga melibatkan kolusi antara kelompok 1 (penggugat dan tergugat utama) dan jaringan yang terkait, dengan motif saling menguntungkan dan bukan saling berhadapan. Mereka diduga memanipulasi proses hukum untuk mencapai keputusan inkrah yang menguntungkan mereka. Sementara itu, tergugat 334 dan tergugat 335 tidak ikut banding dan memiliki sikap yang berbeda. Mereka bahkan mengemukakan lokasi sebagai "Dago" tanpa "Elos", meskipun terminal Dago berada di RW 02 dan telah diviralkan sebagai Dago Elos. Namun mereka tepat dengan mengemukakan lokasi nya di Dago . Sehingga tidak ada rekayasa menghilangkan Rw 01 dan atau Menghilangkan kampung Cirapuhan . Jadi Kalau dago ditambhakan Elos itu artinya identik dengan Dago Elos yang merupakan bagian dari rw 02 Kelurahan Dago . Muhammad Basuki Yaman berpendapat bahwa kasus ini seharusnya ditangani sebagai kasus pidana sejak awal, dan bahwa peringatan pada tahun 2017 sudah cukup untuk memahami sifat sebenarnya dari kasus ini. Namun, proses hukum yang berlangsung saat ini masih berfokus pada gugatan perdata. Jaringan yang terlibat dalam kasus ini diduga kuat terorganisir dan melibatkan pihak-pihak tertentu, termasuk perwira tinggi dan ormas preman. Mereka mengarahkan lokasi ke nama lokasi Dago Elos dan/atau RW 02, sehingga pihak-pihak yang mengemukakan demikian sebaiknya diperiksa lebih lanjut.

bahwa siapa pun yang menang—baik Muller maupun Asep Ma’mun cs tergugat utama dan jaringanya menang—warga tetap dalam posisi dirugikan, karena tanah tetap tidak kembali ke tangan warga secara penuh. Hal ini menunjukkan adanya indikasi permainan mafia tanah dan ketidakadilan dalam proses hukum atau administrasi tanah di Dago Elos.

Jaringan mafia tanah Dago diduga memiliki target awal dan lanjutan yang luas, tidak hanya terbatas pada 6,3 hektar atau 6,9 hektar tanah, tetapi juga mencakup wilayah tengah sekitar 3 hektar. Mereka diduga kuat telah beraksi sejak tahun 1980-an di Daerah Utara (Kampung Cirapuhan RW 01) dan Daerah Selatan (Dago Elos RW 02). Mereka menyusup di antara warga masyarakat adat dan memperoleh sebagian kecil tanah dengan surat, sementara sebagian besar masyarakat adat tergusur. Jaringan mafia tanah ini juga diduga menguasai sebagian tanah di wilayah tengah, sementara sebagian lainnya dikuasai oleh kelompok masyarakat adat. Target mereka mencakup: - Wilayah seluas 6,3 hektar hingga 6,9 hektar: Mereka berusaha menguasai seluruh wilayah ini. - Memperkuat alas hak yang lemah: Mereka berusaha memperkuat alas hak atas lahan dengan ukuran tertentu (80 meter, 270 meter, 868 meter, 1000 meter, dll.). Motif kolusi saling gugat diduga kuat untuk menguntungkan kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat. Mereka dapat berkolusi dalam kasus perdata 2016 maupun kasus perdata dengan novum penipuan Muller dalam gugatan. Dugaan penipuan Muller bukan dalam gugatan, tetapi dalam rekayasa atau kolusi saling gugat, yang berarti tergugat utama juga bermasalah.

skema kolusi dalam kasus Dago Elos menurut Muhammad Basuki Yaman. Ini bukan sekadar konflik tanah biasa—Yaman menyebutnya sebagai rekayasa saling gugat yang melibatkan jaringan mafia tanah, spekulan, dan oknum aparat. Berikut ringkasannya: --- 🧠 Skema Kolusi Saling Gugat Dago Elos 1. Rekayasa Identitas Wilayah - Kampung Cirapuhan RT 07 RW 01 diubah menjadi “Dago Elos” atau RW 02 Dago. - Tujuannya: menciptakan legalitas palsu atas tanah adat dengan nama baru yang bisa diklaim secara hukum. Dan atau pengalihan admintrasi pertanahan . sehingga kemudian di kumpulkan salah satu ke objek 15.000 meter dan lain lainnya . 2. Skenario Gugatan Palsu - Gugatan perdata antara Muller dan pihak tergugat diduga direkayasa sejak awal. - Kedua pihak sebenarnya bersekongkol, bukan benar-benar bersengketa. - Tujuannya: menciptakan putusan pengadilan yang bisa digunakan sebagai dasar legal untuk menguasai tanah. 3. Peran Oknum dan Oligarki - Terlibat: oknum warga, tokoh masyarakat (Tomas), tokoh agama (Toga), aparat, dan spekulan. - Mereka membentuk jaringan yang mendanai dan melindungi proses hukum agar hasilnya menguntungkan pihak tertentu. 4. Manipulasi Bukti dan Dokumen - Bukti tanah seluas 15.000 m² digunakan sebagai alat pembelaan , tapi luasnya diubah bahkan dengan 69.000 meter , 80 meter , 270 meter dan lainnya .Sementara itu penggugat dengan 6,3 hektar - Ada dugaan pemalsuan dokumen, namun menurut Yaman, itu hanya permukaan dari skema besar. 5. Tujuan Akhir: Legitimasi Penguasaan Tanah - Dengan putusan pengadilan yang “sah”, jaringan mafia tanah bisa menjual, membangun, atau menguasai tanah adat secara legal. - Warga adat yang tidak paham hukum jadi korban, kehilangan hak atas tanah leluhur.

tu menggambarkan realitas pahit yang sering terjadi dalam konflik agraria: warga sebagai pemilik hak historis dan kultural atas tanah justru menjadi pihak yang paling dirugikan, meskipun secara hukum ada pihak yang “menang.” Mari kita uraikan lebih dalam: --- ⚖️ Ketidakadilan Struktural dalam Kasus Dago Elos Melawan Muller ( fakta sebenarnya diduga rekayasa saling Gugat ) 1. Warga sebagai Korban Sistem - Tanah adat yang telah dikuasai secara turun-temurun oleh warga tidak diakui secara formal karena lemahnya dokumentasi legal. Juga adanya Intimidasi dan penghalangan hak oleh pihak yang ber kolusi dengan jaringan mafia tanah . didukung oleh Oknum yang disuap . - Ketika konflik terjadi, warga tidak punya cukup kekuatan hukum, finansial, atau akses ke pengacara untuk melawan jaringan spekulan dan mafia tanah. 2. Putusan Hukum yang Tidak Memberdayakan Warga - Meskipun PK kedua memenangkan pihak yang melawan Muller, tanah tidak otomatis kembali ke warga. Begitu sebalik nya , bila Penggugat muller diberi Kemenangan pun akan merugikan . - Putusan hanya membatalkan legalitas pihak tertentu, bukan mengembalikan hak kolektif masyarakat adat yang puny hak dan punya riwayat yang sebenarnya . 3. Permainan Mafia Tanah - Mafia tanah memanfaatkan celah hukum, manipulasi dokumen, dan kolusi dengan oknum aparat untuk menguasai tanah secara “ilegal.” - Mereka bisa berganti wajah—dari Muller ke jaringan tergugat lain—namun tujuannya tetap sama: menguasai aset tanah untuk kepentingan komersial oligarki nya . 4. Simulasi Konflik untuk Legitimasi - Gugatan saling gugat antara pihak-pihak yang sebenarnya bersekongkol menciptakan ilusi konflik hukum, padahal tujuannya adalah menciptakan legitimasi penguasaan tanah melalui putusan pengadilan. --- 🛡️ Apa yang Bisa Dilakukan Warga? - Advokasi kolektif: Menggalang dukungan publik dan media agar kasus ini tidak tenggelam. - Pemetaan partisipatif: Membuat peta kampung adat sebagai bukti sejarah penguasaan tanah. - Aliansi hukum progresif: Menggandeng pengacara dan akademisi yang berpihak pada keadilan agraria. - Desakan ke pemerintah daerah dan pusat: Agar ada pengakuan formal atas tanah adat dan perlindungan terhadap warga.

Comments

Popular posts from this blog

putusan lengkap pengadilan Negeri Bandung hal 41 sd hal 50

putusan nomor 454/PDT.G/2016/PN.bdg sampai dengan halaman 87

putusan nomor 454/PDT.G/2016/PN.bdg hal 1 sd 66