Kasus tanah Dago Versi Dago Elos
Kasus tanah Dago Versi Dago Elos , kasus tanah dago ada 2 versi , selain versi dago elos dengan gugatan muller ada juga versi tanah dago versi kampung cirapuhan , Kasus tanah Dago Versi Dago Elos cek lengkapnya : https://wargakampungcirapuhan.blogspot.com/2025/06/daftar-isi.html
menyusun kronologi ini dengan sangat rinci dan penuh konteks sejarah. Ini bukan sekadar daftar peristiwa—ini adalah narasi panjang tentang bagaimana warga Kampung Cirapuhan mempertahankan ruang hidup mereka di tengah tekanan struktural, manipulasi hukum, dan rekayasa administratif.
Untuk memperkuat penyampaian ke publik, berikut versi naratif ringkas dan terstruktur dari kronologi tersebut, cocok untuk dokumenter, artikel, atau kampanye sosial:
---
🧭 Kronologi Konflik Tanah Dago: Versi Kampung Cirapuhan
🏞️ Asal-usul Kampung Cirapuhan (±1850–1923)
- Leluhur warga mulai tinggal dan mengolah lahan sejak pertengahan abad ke-19, dikenal sebagai panyeupuhan —penjaga sungai, tukang, dan petani.
- Keluarga Nawisan dan pribumi lainnya ikut membangun rel kereta (1880-an), gua militer Belanda (1900–1911), dan PLTU Dago Bengkok (1911–1923).
- Kolonial Belanda menerbitkan Eigendom Verponding 3740, 3741, 3742, dan 6467, menggusur warga secara sepihak.
🪦 Bukti Jejak Leluhur
- Makam tua keluarga Nawisan masih ada, ditunjukkan oleh cucu bernama Amat bin Mardasik.
- Bukti fisik dan silsilah menunjukkan keberlanjutan komunitas adat hingga kini.
🇮🇩 Pasca Kemerdekaan (1945–1960-an)
- UUPA berlaku: tanah adat seharusnya dilindungi.
- Kolonial kabur, meninggalkan tanah yang diperoleh dengan tekanan.
- Warga tetap tinggal secara turun-temurun, membentuk kesepakatan normatif antar keluarga.
🧱 Perubahan Sosial & Manipulasi Awal (1960–1980-an)
- Lahan milik keluarga Nawisan ditempati oleh pekerja seperti Ahya, Didi Koswara, Asep Makmun.
- Muncul klaim fiktif kesepakatan dengan Yayasan EMA (1967), lalu kesepakatan sepihak dengan pemerintah (1973).
- Wilayah kampung dijadikan TPA (1974–1984), warga terusir dari ruang hidup.
🧾 Modus Kolusi & Legalitas Palsu (1980–2000-an)
- Surat kesepakatan RW 02 dibuat (1997), tapi kemudian dimanipulasi (1999).
- Terbit SHM/PBB aspal dengan luas tak wajar (80 m², 270 m², 868 m², hingga 15.000 m²).
- Lapangan bola ditimbun, intimidasi meningkat, oknum aparat mulai terlibat.
⚖️ Gugatan & Rekayasa Hukum (2016–2025)
- Keluarga Muller masuk lewat PT Dago Inti Graha, memakai dokumen kolonial.
- Versi Dago Elos menyebut ini sebagai perjuangan melawan warisan kolonial.
- Versi Cirapuhan menyebut ini sebagai rekayasa saling gugat antar pihak luar dan oknum warga.
- Putusan MA keluar, warga ajukan non-executable karena indikasi kolusi.
- Heri Hermawan & Dodi Rustandi divonis 3,5 tahun, tapi warga menyebut mereka hanya pion.
📢 Respons Publik & Perlawanan Warga
- Dilaporkan ke DPR RI, Komisi II (Dede Yusuf) usulkan Satgas Mafia Tanah.
- Warga RW 01 dan RW 02 tetap dirugikan, lapangan masih jadi tempat sampah.
- Perjuangan warga berlanjut: bukan hanya soal 6,3 hektare, tapi seluruh ruang hidup yang terancam.
Kasus tanah Dago Elos adalah sengketa lahan antara warga Dago Elos dengan Keluarga Muller, yang berawal dari klaim kepemilikan tanah berdasarkan surat kolonial Eigendom Verponding. Meskipun pengadilan sempat memenangkan keluarga Muller melalui putusan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK), akhirnya duo Muller bersaudara divonis bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan penjara karena terbukti memalsukan akta untuk mengklaim tanah tersebut, memberikan harapan kemenangan bagi warga Dago Elos.
- Keluarga Muller, melalui PT Dago Inti Graha, mengklaim lahan seluas 6,3 hektar di Dago Elos berdasarkan Eigendom Verponding dari leluhurnya.
- Warga Dago Elos menolak klaim tersebut dan mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Negeri.
- Pengadilan menyatakan keluarga Muller tidak berhak atas tanah Dago Elos karena tidak melakukan konversi Eigendom Verponding sesuai batas waktu yang ditentukan.
- Keluarga Muller mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dan kembali dimenangkan.
- Warga Dago Elos melaporkan dugaan pemalsuan data kepada polisi, namun tidak diterima. Aksi yang terjadi berujung ricuh.
- Keluarga Muller ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen. Akhirnya, duo Muller divonis 3 tahun 6 bulan penjara karena terbukti bersalah memalsukan surat untuk mengklaim lahan tersebut.
- Menggunakan Eigendom Verponding, surat tanah peninggalan zaman kolonial Belanda.
- Eigendom Verponding harus dikonversi menjadi hak milik sebelum 1980, dan keluarga Muller tidak melakukannya.
- Setelah putusan kasasi dan PK yang awalnya memenangkan keluarga Muller, duo Muller bersaudara akhirnya divonis bersalah dalam kasus pidana pemalsuan surat.
- Keluarga Muller dituding telah menggunakan akta autentik yang berisi keterangan palsu untuk mengklaim tanah di Dago Elos.
Berikut poin kronologi konflik tanah Dago versi warga Kampung Cirapuhan (ringkas):
• ±1850–1870
Leluhur warga mulai tinggal dan mengolah lahan di Kampung Cirapuhan dari PMI hingga ke utara .dulu disebut orang panyeupuhan di pinggir sungai . Ci sungai . Panyeupuhan bsei tempah atau tukang atau petani ) . Keluarga Nawisan dan pribumi lainnya yang juga ikut serta membangun rel kereta tahun 1880an
• ±1900
Kolonial mulai beraksi dengan memanfaatkan KNIL Belanda sehingga menggusur lalu membuat Eigendome Verponding 3740 dan 3741. sehingga Pribumi dari kantor pos ke utara ( dulu penggalian pasir dan atau kebun ) . Keluarga Nawisan dan anak anak cucu nya ( anak menantu : Okoh ( hasim ) , Eyong ( Mardasik ) Emeh ( adikarta ) Ewung ( mita ) cucu nawisan : Amat , Diman , Tama dll ) dan pribumi lainnya ( besan eyong binti nawisan : Juanta ) yang juga ikut serta membangun komplek militer gua Belanda tahun 1900 sd 1911
• ±1911-1923
Kolonial mulai beraksi kembali secara sepihak padahal sudah tahu ada pribumi yang dulu semapat keluhurnya diusir . Lalu membuat Eigendome Verponding 3742 dan 6467 . Keluarga Cucu Nawisan dan atau pribum lainnya yang juga ikut serta membangun komplek PLTU Dago Bengkok dan atau jalanya dan atau jalan Dago ( dago weg ) pada tahun 1911-1923 .
Bahwa bukti nya ada makam tua yang mana didalamnya ada keluarga Besar Nawisan beserta anak anak dan menantunya . Bahwa salah satu orang yang menunjukan makam Nawisan adalah cucu nya bernama Amat bin Mardasik ( ibu amat adalah eyong binti Nawisan ) .
• 1945 - 1960-an
UUPA berlaku → tanah adat seharusnya dilindungi. Warga tetap tinggal secara turun-temurun.
Kolonial kabur setelah Indonesia merdeka dan atau saat setelah perjuangan mempertahankan Indonesia .
Bahwa menjadi catatan penting bahwa diduga kuat karena kolonial Saat itu ( siapapun nama dan atau pihak nya ) merasa bahwa mereka cara mendapatkan tanah kurang tepat dan atau dengan cara tekanan kepada pribumi sehingga mereka tak kembali .
Bahwa ada pun siapa pun bagaimana pun yang mengaku warga Negara Indonesia saat ini yang mana mengaku ngaku dapat warisan baik itu jual beli dan atau pun hibah dari kolonial ketika harusnya malu . Karena pihak kolonial ketika itu saja kabur dan atau malu mengakui hak nya .
Bahwa sehingga ada pihak yang mengaku dapat warisan dari leluhur nya baik itu ddengan cara beli dan atau hibah maka sebaiknya di tolak karena merupakan bentuk perpanjangan penjajahan . Bukan hanya bikin malu warga dan Negara Republik Indonesia namun juga membuat malu Pemerintah kerajaan Belanda yang mana diketahui beberapa kali minta maaf atas penjajahan yang di lakukan pihak nya dahulu .
1950
ada semacam kesepakatan normatif masyarakat terkait tanah dan keluarga sambung dan atau pihak lainnya . Terkait adanya Unus . Karto ( slamet bin karto ) dan juga Juanta dan juga anak anaknya . Juanta adalah besan Eyong binti nawisan . Acih binti Juanta menikah denga Misnan alias minan bin Mardasik Eyong .
• 1960 an
suami dari Cicit Nawisan bernama Rokayah bernama Tomi . Tomi memeperkerjakan orang bernama Ahya sebagai penggali pasir dan atau anemer . Ahya bersama keluarga nya . Enih (Istri Didi koswara ) , Asep Makmun dll tinggal di lahan Tomi .
Bahwa sekitar waktu ini Didi Koswara menikah dengan Enih binti Ahya sehingga Didi Koswara menumpang di rumah mertuanya bernama Ahya yang mana adalah lahan Tomi
Sekitar waktu ini pula Apud sukendar datang di sekitar Dago kemudian menikah hingga tinggal di seberang wilayah sengketa .
Sekitar waktu ini pula Ibu nya Alo Sana menikah dengan Elim ( jadi Elim adalah bapak angkat alo Sana . Elim adalah cucu nawisan . ibu Elim bernama emeh binti Nawisan )
• 1967 (diduga fiktif)
Oknum tergugat menyatakan ada kesepakatan warga dengan Yayasan EMA → dibantah warga.
• 1973
Yayasan EMA (Ny. Nini Karim SH) buat kesepakatan sepihak dengan pemerintah tanpa sepengetahuan warga.
• 1974–1984 / 1989
Wilayah kampung dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) → warga terusir dari ruang hidupnya.
• 1980-an
Satu Sisi sudah ada pembagian lahan dan wilayah yang adil dan bijaksana
Diduga mulai modus kolusi saling gugat antar pihak luar → legalisasi penguasaan tanah secara bertahap.
dibuatlah surat kesepakatan / dago elos rw 02 tahun 1997 bagian depan selatan terminal dago bagian depan utara pasar inpress
Namun oknum mulai tampak dengan mulai merubah luas dan menambah pihak baru dalam surat dago elos rw 02 dan atau kampung cirapuhan rw 01 tahun 1999 . bahwa kampung cirapuhan bagian atas lapangan bola dan kebun , bagian bawah hunian dan lapangan dan juga makam . ( adapun objek di dago elos rw 02 harus nya mengacuh pada kesepakatan dalam surat yang dibuatnya sendiri tahun 1997 atau tahun sebelumnya )
• 1980–2000-an
Terbit SHM / PBB palsu/aspal (luas tak wajar: 80 m² , 270 meter , 868 –15.000 m²) → indikasi mafia tanah aktif.
• 2008 & 2011 /2012
Lapangan bola ditimbun dengan galian pondasi hotel wirton
Jaringan mafia tanah menyewa truk TNI dan atau Oknum TNI
Tahun 2012 Bob Nainggolan Iwan surajdi cs mencoba mengadu domba Polisi dengan warga dengan bab alat bukti shm yang riwayat nya aspal seluas 270 m , 868 m dan atau wakaf masjid
Lapangan bola warga kembali dijadikan tempat sampah oleh oknum dan pihak luar → intimidasi & konflik.Mulai melibatkan aparatur dan atau Oknum aparatur dari pangkat biasa hingga ke Aparat Perwira Tinggi dan atau Oknum aparat
• 2016
Bu Raminten cs / H syamsul Mapareppa cs ( diduga Mantan Pangdam Brawijaya . Pangkat Mayor Jendral ) ada ksepakatan dengan pihak asep makmun terkait Eigendome verponding versi lainnya yaitu Joost Willem Sloot dan atau Frederic Wilem Berg
Kolusi Gugatan keluarga Muller masuk → pakai dokumen kolonial → SHM dialihkan ke PT Dago Inti Graha. Motif nya untuk melegalisir manipulasi sebelumnya hingga mendapatkan lahan yang lebih luas
selain penggugat tergugat pun pakai alas Hak barat Eigendome Verponding yang juga bertentangan dengan catatan BPN .
Versi Dago Elos usaha mencoba merampas ruang hidup tanah warga
Versi Kampung Cirapuhan usaha mencoba malakukan penyerobotan lahan lahan lainnya yang telah di coba sejak lama dengan menyalah gunakan alas hak barat Eigendome verponding dengan modus Saling Gugat
• 1980 an–2025
Rekayasa “saling gugat” muncul antar pihak luar dan oknum warga→ warga tidak terlibat, tapi ikut terdampak.
• 2022- 2025
Putusan MA keluar → warga Kampung Cirapuhan ajukan non-executable karena indikasi kolusi & manipulasi. Bukan Gugatan Namun Rekayasa Saling Gugat karena subtansi masalah belum terpecahkan
perdata ke Pidana dodi Rustandi dan Heri Hermawan terpidanan 3,5 tahun
• 2022–2025
Dilaporkan ke Pemerintah Pusat & DPR RI → Komisi II (Dede Yusuf) menanggapi & usul bentuk Satgas Mafia Tanah.
• 2024
Versi Dago Elos Heri Hermawan dan Dodi Rusatandi di Vonis 3,5 tahun
Versi Kampung Cirapuhan Hanya 2 Pion untuk menyelamatkan raja dan atau benteng . bagi kami tak penting target nya adalah tanah bukan hanya 6,3 ha dan atau 6,9 hektar namun juga puluhan meter 80 , meter , 270 meter , 868 meter , 3000 meter , 11.000 meter dan atau 15.000 meter dan atau lainnya ini yang juga menjadi target dengan mengorbankan 2 Pion bernama Heri dan atau Dodi
• 1990 an / 2008 - 2025 (sekarang)
Pasar Inpress dan terminal Juga masyarakat adat rw 01 dan juga masyarakat adat rw 02 dirugikan
Lapangan masih jadi tempat sampah, warga tetap melawan & menuntut hak ruang hidup yang sah.
Kasus tanah Dago Versi Dago Elos , versi kampung cirapuhan
Comments
Post a Comment